SIAPAKAH LAKI-LAKI ITU?

23.46 / Diposting oleh Laaaaaa /

Desa ini begitu sepi. Sejauh mata memandang, hanya terlihat pohon-pohon bambu. Jalan-jalan yang kususuri begitu lengang, hanya terdengar kicauan burung yang menggema. Ayah, yang begitu lembut kepada anak kecil, dulu sering singgah di sini. Memberikan beberapa buah jambu yang dipetiknya dari kebun. Ayah, yang tegas dan disegani karena akhlaknya yang luhur, dan ketegasannya pada kebenaran, dulu selalu menggandeng tangan mungilku di sini. Aku masih ingat dengan jelas makian ibuku pada ayah karena pulang membawa tangan kosong. Ayah ternyata tidak membelikan ibu barang pesanannya. Uang yang seharusnya untuk membeli pesanan ibu itu, ayah berikan semuanya kepada seorang anak kecil yang merengek menangis pada ibunya. Anak itu ingin sekolah, dan ibunya tidak mengabulkan permintaannya karena tidak mampu membiayainya.

Aku berjalan menuju pancor <pancuran air>. Kini, tak ada lagi tugas mencuci piring dari ibu. Kemarin, aku masih mencuci setumpuk piring, panci, dan aneka perabot seusai ibu  menjual pecel. Pecel yang paling diakui kelezatannya di desaku. Tak ada bandingannya. Mengambil dan mengusung beberapa belanga air dari sini menuju rumahku untuk ibuku. Kemarin, aku masih mendengar suara omelan orang-orang yang akan mandi di sini karena menungguku selesai mencuci segunung piring. Dan aroma bekas perabotan kotor yang kucuci, masih dapat kucium.

Kini, aku sudah remaja. Tanpa ayah dan ibu, untuk apa kuhidup di desa ini. Apa yang harus kulakukan sekarang? Semakin hari, aku semakin merasa kesepian. Rumah ini benar-benar sepi. Dan desa ini benar-benar sunyi. Hanya segelintir manusia yang tinggal di sini. Jika dihitung, jumlah pohon-pohon yang tumbuh di desa ini jauh lebih banyak dari penduduknya. Aku hanya mendengar suaraku sendiri. Teriakanku hanya dibalas teriakan yang sama. Otakku sekan buntu, dan aku tidak merasakan perkembangan apapun. Apa yang bisa kulakukan di sini? Untuk membangun masa depanku? Memperbaiki keturunan keluargaku yang hampir punah?. Ibuku hanya melahirkan aku dan kakak perempuanku. Dan aku tak dapat mengandalkan apapun darinya. Aku laki-laki tunggal dalam keluargaku. Dan hanya akulah yang mewarisi darah mulia ayahku.

Aku harus membuat keputusan berarti untuk hidupku. Aku tak boleh mati sebelum mati. Aku tak bisa hidup seluang ini. Waktuku terbiasa habis tanpa kurasa. Malamku terbiasa padat dengan aktivitas mengaji, menggoreng dan ngulek berkilo-kilo kacang dalam semalam. Subuhku terbiasa sempit karena terhimpit dengan aktivitas mencuci piring dan mengambil beberapa belanga air. Dzuhurku terbiasa habis di dalam hutan, mencari beberapa pikulan kayu dan menjualnya ke pasar. Asarku terbiasa pendek karena harus segera menjual ebatan keliling kampung. Dan magribku terbiasa kuhabiskan di kandang sapi, sambil mengaji dan menjaga sapi-sapiku. Aku harus pergi. Entah ke mana aku tak mau tetap di sini. Tanpa orang kedua orang tuaku, aku tak punya tujuan lagi tinggal di desa ini.  

Aku harus berpijak pada bumi yang dapat menjadikanku lebih baik. Bertemu dengan orang-orang yang dapat memberikanku ilmu. Berjalan dan belajar di tanah air negeriku. Mengenal dan belajar budaya dan bahasa daerah-daerah yang asing bagiku. Memetik hikmah yang dalam dari berbagai peristiwa-peristiwa berharga untuk bekal hari tuaku. Menemukan peradaban baruku. Keluarga dan keturunan yang berbakti dan berbudi.


Siapakah dia? Laki-laki yang begitu berbakti pada kedua orang tuanya, terutama ibunya. Laki-laki yang waktu-waktunya begitu padat untuk berbakti? Laki-laki yang begitu sadar akan pentingnya perkembangan? Tak mau diam menggenang, tapi ingin selalu mengalir. Laki-laki yang ingin mencapai tangga-tangga kemajuan?. Meraih peradaban baru yang lebih baik? Dan berani mengambil resiko untuk pergi ke tempat asing seorang diri, yang sama sekali tidak mengenal siapapun di sana? 

Laki-laki yang hebat itu,,,
Beliaulah AYAHKU….


Beliaulah yang memberiku semangat untuk maju. Menginspirasi setiap hari-hariku. Obat keputus asaanku. Beliaulah ayah yang sederhana, dan tak butuh pangkat dan penghargaan. Dan selama aku masih di sini (Surabaya), jejak-jejak langkahnya meninggalkan bekas dalam imajinasiku….
I Love You Ayah…
Doaku untukmu dan Ibu, tak pernah alpa dalam hembusan napasku….

Label:

0 komentar:

Posting Komentar